SELAMAT DATANG

Selamat menikmati artikel-artikel hasil copy & paste (Copas) berikut, semoga dapat menambah wawasan bagi pribadi yang ingin berkembang.

Tuesday, March 13, 2012

Tips Sebelum Membeli Hunian di Jabodetabek

KOMPAS.com - Faktor jarak sering menjadi pertimbangan kita saat memilih lokasi hunian yang hendak dibeli. Ternyata, hal itu tak cukup bisa dijadikan patokan untuk menjadi satu-satunya kriteria dalam memilih hunian yang ideal. Mengapa demikian?
Mengukur waktu tempuh berdasarkan jarak di Jakarta ini sama seperti menebak ke arah mana bajaj hendak berbelok. Hanya si sopir bajaj dan Tuhan yang tahu dia hendak belok ke mana.
Tingkat kemacetan sudah bukan lagi tidak bisa ditebak. Jakarta sudah pasti macet. Menebak titik-titik mana yang rawan macet juga sudah mustahil. Semua titik nyaris macet. Maka dari itu, jika Anda mempertimbangkan memilih atau membeli rumah dari brosur hanya karena Anda tergoda lokasinya hanya 30 menit dari Semanggi, 5 menit dari bundaran hotel anu, 2 menit dari Perempatan Pepsi, 10 menit dari patung selamat tinggal, itu seperti Anda naik angkutan salah trayek. Pasti bakal kesasar.
Di Jakarta, waktu tempuh berbanding lurus dengan akses dan infrastruktur jalan, bukan dengan jarak. Maka dari itu, pilihan terbaik untuk mencari lokasi pertama-tama adalah ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai menuju lokasi. Jarak 10 kilometer dengan infrastruktur jalan hanya 2 atau 3 jalur sudah jelas berbeda dibanding jarak 20 kilometer dengan jalan 4 atau 5 jalur.
Jarak juga berkaitan dengan sarana transportasi. Lokasi hunian di Bogor yang berjarak 60 km dari Jakarta atau di Serpong yang berjarak sekitar 25 km dari Jakarta pasti berbeda jika kita tempuh dengan sarana kereta api dibandingkan dengan mobil misalnya. Nah, karena pilihan transportasi ini sifatnya sangat terbuka dan banyak pilihannya, memilih lokasi hunian sebaiknya juga mempertimbangkan moda transportasi apa yang akan Anda gunakan sehari-hari?
Kita seringkali keliru menetapkan pilihan, semata-mata hanya karena sebuah moda transportasi sudah lazim kita gunakan. Mobil atau motor misalnya. Kita memilih menggunakannya hanya karena kita sudah familiar dan terbiasa, lalu menutup kemungkinan untuk beralih dengan moda transportasi lain hanya lantaran kita tidak pernah menggunakannya atau hanya menggunakannya sesekali dalam setahun.
Kita khawatir bahwa moda itu tidak bersahabat, sarana transportasi itu berbahaya, atau pilihan itu mengerikan. Padahal, kita belum mengenalinya lebih dalam dan menilainya sekadar dari permukaan atau bahkan cuma dari cerita orang dan kabar burung.
Oleh karenanya, jangan lagi pernah mempertimbangkan membeli atau memiliki hunian hanya karena faktor jarak. Anda harus pertimbangkan faktor lainnya dan tunggu di edisi berikutnya.

Sumber