Huruf yang panjang di bawah mencerminkan anak yang penuh energi dan lincah. "Apalagi kalau ada bulatannya, ini bagus di bidang bisnis. Tidak usah khawatir, Bu," jawab ahli tulisan tangan (grafolog) Mita Rossete Taufik. Jawaban itu membuat si ibu puas.
Memang coretan tangan berbentuk tulisan, huruf, atau angka bisa membaca jiwa dan karakter penulisnya. Ilmu untuk bisa membaca itu dikenal sebagai grafologi, yang merupakan bagian dari ilmu psikologi.
Selain karakter dan jiwa, ilmu ini bisa membaca potensi kemampuan dalam bekerja, kondisi kesehatan, dan sebagainya. Mengapa lewat tulisan atau coretan? Karena coretan atau tulisan ini sederhana, mudah, dan cepat. "Ilmu ini menjadi alat, sebagai awalan untuk mengenali masalah dan mencari solusinya," kata Mita.
Jadi grafologi tak hanya bisa mengetahui, tapi juga mengembangkan apa yang dimiliki seseorang menjadi lebih optimal, serta memperbaiki perilaku atau sesuatu yang negatif dari seseorang. Nah, dengan mengetahui potensi, kekuatan, serta kelemahannya, seseorang bisa mengelola dirinya sendiri dan mempunyai penyembuhan yang lebih baik saat mengalami masalah.
Anak-anak yang bermasalah, menurut Mita, terlihat dari tulisannya yang cenderung menurun dari garis atau berubah-ubah ke kiri ke kanan. Untuk memperbaikinya dilakukan terapi atau perbaikan karakter tulisan atau huruf. Untuk memperbaiki tulisan ini diperlukan waktu 1-3 bulan. Biasanya dia akan memperbaiki tiga huruf yang dianggap paling penting. "Satu huruf rata-rata perlu diperbaiki 10 menit per hari selama satu bulan berturut-turut," ujarnya.
Contoh lain, tulisan seseorang yang cenderung besar-besar menandakan dia seorang yang suka dipuji secara verbal. Seseorang dengan tulisan yang kecil-kecil biasanya suka melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. "Bukan self centris, tapi dia suka saja melakukan untuk dirinya sendiri," Mita menerangkan.
Sering kali orang tua mengajarkan kepada anak tulisan tebal-tipis yang sangat rapi. Berdasarkan hasil analisis, ternyata tulisan seperti ini mengandung unsur yang menekankan kepatuhan, tapi sayangnya konvensional, kurang inisiatif dan kreativitas. "Jadi biarkan anak menjadi dirinya sendiri dengan tulisan dan kreativitas mereka," ujar Mita.
Analisis coretan atau lukisan bisa dilakukan sejak seorang anak bisa mencoret-coret. Pola asuh, menurut Mita, sangat berpengaruh pada coretan atau tulisan anak. Jika anak diasuh dalam pola asuh yang tak sehat, penuh tekanan, dan komunikasi yang kurang tepat, anak akan mengalami stres.
Si anak mengalami stres karena disuruh melakukan sesuatu yang tak diinginkannya. Orang tua juga sering salah berkomunikasi atau kurang tepat dalam mengkomunikasikan sesuatu, sehingga malah menutup potensi anak. Jadilah anak-anak ini stres karena menuruti keinginan orang tua yang kurang pas dengan potensi dirinya. "Justru yang banyak bermasalah sekarang juga orang tuanya, berimbas pada anak," katanya.
Orang tua pun sebenarnya juga mampu mengetahui dan menganalisis jenis tulisan untuk membantu para putra-putrinya menemukan potensinya. Jika telah mengetahui karakter dari tulisan ini, sebaiknya lebih memfokuskan pada potensi yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya. "Justru kekuatannya harus diasah terus," ujar Mita.
Source : tempointeraktif.com